KENAIKAN ISA AL-MASIHHanya Markus dan Lukas yang memuat hikayat tentang kenaikan. "Yesus diangkat ke syurga dan duduk di kanan Allah." (Markus 16:19). Sedangkan Lukas 24:51, menjelaskan, "Ketika ia (Yesus) sedang memberkati mereka, ia berpisah dari mereka dan terangkat ke syurga. Kenaikan Yesus ke syurga terjadi pada hari ia dibangkitkan dari kubur.
Namun tulisan Lukas lainnya dalam Kisah Para Rasul 1:2-3, menyebutkan : "Selama 40 hari ia (Yesus) berulangkali menampakkan diri dan berbicara kepada mereka tentang kerajaan Allah."
Beberapa tinjauan kritis berkaitan dengan kenaikan Yesus seperti diungkapkan oleh Injil diatas adalah sebagai berikut :
1. Perlu diingat bahwa akhir Injil Markus (16:9-20) menurut R.P. Roguet dalam bukunya Initiation a I'Evangile (Pembimbing Kepada Injil) memuat hikayat yang tidak otentik. Kalimat tersebut hanyalah tambahan (yang tidak termuat dalam Codex Vaticanus maupun Codex Sinaticus). Hikayat yang dimaksud adalah sekitar peristiwa penyaliban, kebangkitan, dan kenaikan Isa Al-Masih.
2. Tidak jelas siapa saksinya, kapan terjadinya, apa hubungannya dengan kebangkitan.
3. Dua pemberitaan dari Lukas diatas (Lukas 24:51 Kisah Para Rasul 1:2-3), satu sama lain bertentangan. Yang satu menyatakan bahwa kenaikan Yesus ke syurga (hari Ahad) ; sedangkan yang lain setelah 40 hari dari penampakan dirinya.
4. Ringkasan 4 Injil yang diterbitkan pada tahun 1972 oleh sekolah Bibel di Yerussalem (jilid II hal.451) yang mengkritik data-data kenaikan (ascention) dengan mengatakan "Sesungguhnya tidak ada kenaikan dalam arti kata fisik."
AL-Qur'an tentang Kenaikan Isa Al-Masih
Sebenarnya Al-Qur'an sudah menjelaskan tentang persoalan ini, yaitu dalam surat Ali Imran [3] : 55 :
"(Ingatlah) tatkala Allah berfirman : Wahai Isa, sesungguhnya Aku akan mewafatkan engkau kepadaKu, dan membersihkan engkau dari pada orang-orang kafir, dan akan menjadikan orang-orang yang mengikuti engkau lebih tinggi dari orang-orang kafir itu sampai sampai hari kiamat. Maka kepada Akulah tempat kembali, maka akan Aku putuskan nanti diantara kamu dari hal yang telah kamu perselisihkan padanya itu."
Ada dua kelompok penafsiran yang berbeda terhadap ayat diatas, terutama disebabkan dalam mengartikan dua kata yaitu "mutawaffika" dan "rafi'uka ilayya". Kelompok Pertama, mengartikan kata "mutawaffika" sebagai "menyempurnakanmu" atau "menggenggammu". Sedangkan kata "rafi'uka ilayya" diartikan sebagai mengangkatmu kepadaKu (mengangangkat Isa Al-Masih ke langit)
Kelompok Kedua mengartikan kata "mutawaffika" dengan "mewafatkan"dan "rafi'uka ilayya" dengan mengangkat (derajat Isa Al-Masih).
Pendapat yang terakhir diantaranya dikemukakan oleh beberapa ulama sebagai beriku :
Prof. Dr. KH. Hasbullah Bakry, SH dalam bukunya "Isa dalam Al-Qur'an Muhammad dalam Bibel" (Jakarta, 1987) cet. Ke-8, hal.19, 52 dan 53 menjelaskan :
"Tuhan mematikan (Isa) sebagai kematian biasa (bukan dibunuh) dan Tuhan mengangkat derajat orang-orang yang mengikutinya lebih tinggi dari orang-orang yang menentangnya"
"Tradisi Kristen menurut Injil serta pendapat sebagian umat Islam menyatakan bahwa Nabi Isa setelah Khotbah perpisahannya di bukit Zaitun lalu berangkat terbang ke langit lalu duduk disamping Tuhan dan nanti akan turun lagi meng-islamkan umat Nasrani adalah sangat bertentangan dengan tradisi agama-agama Tuhan sendiri sejak Nabi Adam. Umat Islam menerima tradisi itu dari tradisi umat Kristen atau pendapat itu dibawa oleh orang-orang Nasrani yang amat banyak masuk Islam setelah Mesir dan Syria dibebaskan umat Islam dari jajahan Romawi."
Prof. Dr. HAMKA dalam tafsir Al-Azhar (Jakarta, 1998) Juz III, hal.181, menjelaskan :
"Arti yang tepat dari ayat ini ialah bahwa maksud dari orang-orang kafir itu hendak menjadikan Isa Al-Masih mati dihukum bunuh, sebagai yang dikenal yaitu dipalangkan dengan kayu, tidaklah akan berhasil. Tetapi Nabi Isa Al-Masih akan wafat dengan sewajarnya dan sesudah beliau wafat, beliau akan diangkat Tuhan ke tempat yang mulia disisi-Nya dan bersihkan diri beliau dari pada gangguan orang yang kafir-kafir itu."
"Maka dari itu arti pemahaman Dia (Isa) akan diangkat ke sisi Tuhan, ialah sebagai Nabi Idris yang diangkat derajatnya ke tempat yang tinggi sebagaimana tersebut didalam surat Maryam (surat 19 ayat 57). Begitu juga orang yang mati syahid didalam surat Ali Imran ayat 169, dikatakan bahwa dia tetap hidup."
Al Alusi dalam Tafsirnya yang terkenal Ruhul Ma'ani (Darul Kutub AL Ilmiyah, Beirut, 1994), jilid III, hal.179 memberikan pendapat tentang Mutawaffika, yang artinya telah mematikan engkau, yaitu menyempurnakan ajal engkau (mustaufi ajalaka) dan mematikan engkau menurut jalan biasa, tidak sampai dapat dikuasai oleh musuh yang hendak membunuh engkau.
Beliau menjelaskan lagi bahwa arti warafi'uka ilayya (dan mengangkat engkau kepadaKu), telah mengangkat derajat beliau, memuliakan beliau ditempat yang tinggi, yaitu ruh beliau sesudah mati. Bukan mengangkat badannya. Lalu Al Alusi mengemukakan beberapa kata rafa'a yang berarti "mengangkat" dari beberapa ayat Al-Qur'an yang tiada lain artinya adalah mengangkat kemuliaan ruhani sesudah meninggal.
Syaikh Muhammad Abduh dalam Tafsir Al Manar jilid II, hal.316, menjelaskan :
"Ulama dalam menafsirkan ayat ini menempuh dua jalan. Yang pertama bahwa dia diangkat Allah dengan tubuhnya dalam keadaan hidup. Dan nanti dia nanti akan turun kembali di akhir zaman dan menghukum diantara manusia dengan syariat kita. Penafsiran yang kedua ialah memahamkan ayat menurut asli yang tertulis, mengambil arti tawaffa dengan maknanya yang nyata, yaitu mati seperti biasa, dan rafa'a (angkat), ialah ruhnya diangkat sesudah beliau mati..."
Kata beliau pula :
"Golongan ini terhadap golongan itu dan pertama yang menyatakan Nabi Isa telah naik ke langit dan akan turun kembali, mereka mengeluarkan kesimpulan hadits-hadits ahad yang bersangkut paut dengan kepercayaan yang tidaklah dapat diambil kalau tidak qath'i (tegas). Padahal perkara ini tidak ada sama sekali hadits yang mutawatir."
Sayid Rasyid Ridha dalam Majalah Al Manar, Juz 10 hal.28, seperti dikutip Hamka dalam Tafsir Al Azhar (Pustaka Panjimas, 1998) Juz III, hal.183, pernah menjawab pertanyaan dari Tunisia.
"Bagaimana keadaan Nabi Isa sekarang?
Dimana Tubuh dan nyawanya?
Bagaimana pendapat tuan tentang ayat inni mutawaffika wa rafi'uka? Kalau memang dia sekarang masih hidup, sebagaimana di dunia, darimana dia mendapat makanan yang amat diperlukan bagi tubuh jarmani itu? Sebagaimana yang telah menjadi sunnatullah atas mahluknya?"
Atas pertanyaan itu, Sayid Rasyid Ridha menguraikan jawabannya :
"Tidak ada nash yang sharih (tegas) didalam Al-Qur'an bahwa Nabi Isa telah diangkat dengan tubuh dan nyawa ke langit dan hidup disana seperti di dunia ini, sehingga perlu menurut sunnatullah tentang makan dan minum, sehingga menimbulkan pertanyaan tentang makanan beliau sehari-hari. Dan tidak pula ada nash yang sharih menyatakan beliau akan turun dari langit. Itu hanyalah aqidah dari kebanyakan orang Nasrani sedang mereka itu telah berusaha sejak lahirnya Islam menyebarkan kepercayaan ini didalam kalangan Muslimin."
Beliau menegaskan :
"Ini adalah masalah khilafiah."
Ahmad Mustafa Al Maraghi dalam Tafsir Al Maraghi (Syarikah Maktabah Wa Mathba'ah Mustafa Albabi Alhalabi, 1946), jilid I, juz ke-3 hal.165 menjelaskan : >
"Tidak ada dalam Al-Qur'an suatu nash yang sharih dan putus tentang Isa a.s diangkat ke langit dengan tubuh dan nyawanya. Adapun sabda Tuhan mengatakan bahwa: Aku akan mewafatkan engkau dan mengangkat engkau daripada orang-orang kafir itu, jelaslah bahwa Allah mewafatkannya dan mengangkatnya, zhahiriah (nyata) dengan diangkat sesudah wafat itu, yaitu diangkat derajatnya disisi Allah. Sebagaimana Idris a.s dikatakan Tuhan: "Dan Kami angkatkan dia ke tempat yang tinggi."
"Hadits-hadits yang menyatakan bahwa Nabi Isa masih hidup (jasmani dan ruhani) dan akan turun dari langit, tidaklah sampai kepada derajat hadits-hadits yang mutawatir. Oleh karena itu maka tidaklah wajib seorang Muslim beri'tikad bahwa Isa Al-Masih sekarang hidup dengan tubuh dan nyawanya, dan orang yang menjalani aqidah ini tidaklah kafir dari syariat Islam."
Syaikh Mahmoud Shaltout Syaikh Jami' Al Azhar (meninggal tahun 1963) seperti yang disiarkan mingguan Ar Risalah, yang terbit di Mesir, No.452 Jilid 10 Hal.515, seperti dikutip Hamka (Tafsir Al Azhar, 1998) cet.ke-3 hal.317, memberikan pendapat tentang hadits-hadits yang menyatakan bahwa Nabi Isa akan turun :
"Riwayat-riwayat itu adalah kacau balau, berlain lain saja lafadnya dan maknanya yang tidak dapat dipertemukan. Kekacaubalauan ini dijelaskan benar-benar oleh ulama hadits. Dan diatas dari semua itu semua, yang membawa riwayat ini ialah Wahab bin Munabbih dan Kaab Al Ahkbar, keduanya itu ialah ahlul kitab yang kemudian memeluk Islam."
"Adapun hadits yang dirawikan Abu Hurairah tentang Nabi Isa akan turun, apabila hadits itu shahih, namun dia adalah hadits ahad. Dan ulama telah ijma' bahwa hadits ahad tidak berfaedah untuk dijadikan dasar aqidah dan tidak sah dipegang dalam urusan yang ghaib." Syaikh Abdul Karim Amrullah Ulama shahih, 1924 :
"Nabi Isa meninggal dunia menurut ajalnya dan diangkat derajat beliau disisi Allah, jadi bukan tubuhnya diangkat ke langit.">
Dr.Quraish Shihab dalam harian Republika, hal 10 tanggal 18 Nopember 1994 :
"Bahwa Isa a.s kini masih hidup di langit, bukanlah suatu kewajiban untuk mempercayainya, serta beberapa hadits yang berkaitan dengan kenaikan Isa Al-Masih dan akan turunnya kelak menjelang kiamat. Hadits-hadits tersebut walaupun banyak kesemuanya bermuara pada dua orang saja, yang keduanya bekas penganut agama Kristen, yaitu Ka'ab Al Akhbar dan Wahab bin Munabbih. Tidak sedikit ulama yang menilai bahwa informasi mereka pada hakekatnya bersandar dari sisa kepercayaan kedua perawi hadits-hadits itu"